BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Kurikulum sebagai
suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh
kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum
sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan
landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara
mendalam.
Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang
terdiri dari beberapa komponenKomponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan
dapat diidentifikasi dengan cara mengkaji buku kurikulum lembaga pendidikan
itu. Dari buku kurikulum tersebut kita dapat mengetahui fungsi suatu komponen
kurikulum terhadap komponen-komponen kurikulum yang lain.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional
sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Berdasarkan
konsep teoretis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan dasar
dari terselenggaranya proses pembelajaran. Kurikulum sebagai dasar dari proses
pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait dan saling
mempengaruhi. Pengembangan dari komponen-komponen tersebutlah yang kelak akan
dapat mengembangkan konsep dari kurikulum ke arah penyempurnaan dengan tetap
memperhatikan prinsip-prinsip dasar kurikulum.
Melihat bahwa sangat pentingnya komponen-komponen
dalam kurikulum maka pemakalah mengambil tema "komponen dan Organisasi
kurikulum"
1.2.
Rumusan masalah
a. Apakah Definisi Kurikulum ?
b.
Apa sajakah Komponen
Komponen Kurikulum ?
c.
Bagaimana pelaksanaan
Evaluasi Kurikulum ?
1.3. Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini antara lain untuk
mengetahui:
a.
Definisi Kurikulum.
b.
Komponen Komponen
Kurikulum.
c.
Pelaksanaan Evaluasi
Kurikulum.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi
Kurikulum
Untuk mendapatkan rumusan tentang
pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam
pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana
pelajaran di suatu sekolah.Pelajaran-pelajaran dan materi
apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. Menurut pendapat Prof.
Dr. S. Nasution, M. A yang ditulis dalam Buku yang berjudul Kurikulum dan
Pengajaran Tahun : 2008 adalah Sebagai berikut ;
a. Kurikulum : suatu rencana yang
disusun untuk melancarkan proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan
tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
b. Kurikulum : adalah
peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain
kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.
Dalam Buku Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum di Sekolah yang di tulis oleh Dr. h. Nana Sudjana
menyebutkan beberapa pengertian kurikulum diantaranya adalah:
a.
Kurikulum : niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau
program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.
b.
Kurikulum adalah niat dan rencana, proses belajar mengajar adalah
pelaksanaanya. Dalam proses tersebut ada dua subjek yang terlibat yakni guru
dan siswa. Siswa adalah subjek yang dibina dan guru adalah dubjek yang membina.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional
sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
2.2.
Komponen Kurikulum
Kelompok komponen-komponen dasar pendidikan, mencakup
konsep dasar dan tujuan pendidikan, prinsip-prinsip kurikulum yang dianut, pola
organisasi kurikulum, kriteria keberhasilan pendidikan, orientasi pendidikan,
dan sistem evaluasi. Dasar dan Tujuan Pendidikan Yang dimaksud sebagai konsep
dasar dalam hal ini merupakan konsep dasar filosofis dalam pengembangan
kurikulum pendidikan yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan
pendidikan itu sendiri. Dengan adanya dasar, maka pendidikan akan tegak berdiri
dan tidak mudah diombang ambingkan oleh pengaruh luar yang mau merobohkan atau
mempengaruhinya. Karena fungsinya tersebut, maka yang menjadi dasar tersebut
harus sesuai dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh masyarakat tertentu.
Begitu pun dengan pendidikan, maka pendidikan mempunyai fundamen yang menjadi
landasan tegak berdiri dalam prosesnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu :
(1) tujuan
(2) materi
(3) strategi, pembelajaran
(4) organisasi kurikulum
(5) evaluasi.
Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang
erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan
diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.
2.2.1. Tujuan
Tentang komponen tujuan ini kita akan mengenal
tingkat-tingkat Tujuan yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan dalam
mewujudkan cita-cita pendidikan dalam konteks pembangunan manusia Indonesia.
Seperti telah dikemukakan dalam bagian yang Ialu, kurikulum merupakan
suatu program untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena
itu, dalam kurikulum suatu sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan
yang ingin dicapai melalm sekolah yang bersangkutan.
Ada dua jenis tujuan yang
terkandung di dalam kurikulum suatu sekolah :
- Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
Selaku lembaga pendidikan setiap, setiap sekolah mempunyai sejumlah
tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam
bentuk pengetahuan, ketarampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid
setelah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.
Tujuan dari sekolah tersebut kita namakan tujuan institusional atau
tujuan lembaga, misainya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SPG dart seterusnya.
Atas dasar tujuan-tujuan institusional itulah kemudian ditetapkan bidangbidang
studi atau bidnag pengajuan yang akan diajukan pada sekolah yang bersangkutan.
- Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
Disamping tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah secara
keseluruhan, setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai
sejumlah tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam
berruk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang kita harapkan dinliliki
oleh murid setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu.
Oleh karena itu ada tujuan IPA dan SD tujuan matematika di SMP, tujuan ilmu
kegurun di SPG dan sebagainya.
Tujuan-tujuan setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah tentunya
ada yang kita sebut tujuan kurikuler dan ada pula yang kita sebut tujuan
instruksional, dimna tujuan instruksional merupakan penjabaran lebih lanjut
dari tujuan kurikuler. Atas dasar tujuan kurikuler dan tujuan instruksional
inilah kemudian ditetapkan bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang
studi pada suatu sekolah tertentu.
Dalam hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini berikut diulas
tentang tujuan pendidikan secara hirarkis sesuai dengan urutan tujuan yang ada
di Indonesia.
Urutan tujuan pendidikan tersebut diawali dari tujuan Pendidikan
Nasional, kemudia Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler sampai pada tujuan
Instruksional.
1. Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional adalah merupakan tujuan pendidikan yang
tertinggi dalam kegiatan di negara kita. Tujuan ini sangat umum dan sangat
ideal, yang penggambarannya disesuaikan dengan falsafah negara yaitu Pancasila.
Selanjutnya dalam GBHN telah digariskan tujuan Pendidikan Nasional adalah
:
Tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan sehat
jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat
mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab dalam menyuburkan sikap demokrasi
dan penuh tanggung rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan
disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan sesama manusia dongan
ketentuan yang temaktub dalam IJUD 1945”
Secara ekspilisit maka tujuan pendidikan nasional itu dapat dijabarkan
sebagai membentuk manusia yang Pancasilais;
Ø
Scehat jasmani dan rohani ;
Ø
Berpengetahuan dan
berketerampilan
Ø
Bertanggung jawab
Ø
Demokrasi;
Ø
Tanggung rasa
Ø
Cerdas ;
Ø
Berbudi pekerti yang luhur
; dan
Ø
Mencintai bangsa dan
sesamanya.
2. Tujuan Institusional
Sistem persekolahan di negara kita adalah berjenjang yang melembaga pada
suatu tingkatan. Untuk itu maka pada tiap lembaga hendaknya juga digariskan
adanya suatu tujuan pendidikan yang kita sebut tujuan institusional.
Selanjutnya kita akan mengenal tujuan institusional SD, SMP, SMA, SKKA, STM,
SPG dan sebagainya.
Tentu saja tujuan institusional itu hendaknya menceminkan dan
menggambarkan tujuan pendidikan nasional yang akan dicapai melalui lembaga
pendidikan itu. Agar tidak tercapai penyimpangan maka tiap tujuan institusional
harus didahului dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan dan tujuan
pendidikan nasional. Hal ini disamping untuk menghindari penyimpangan juga
untuk menghindari salah penafsiran yang emungkinkan tidak tercapainya Tujuan
pembangunan dan pendidikan nasional.
3. Tujuan Kurikuler
Suatu
lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan akan memberikan
sejumlah isi pengajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga merupakan
sejumlah pengalaman belajar yang menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Dalam
hal ini dapatlah dirumuskan babwa yang dimaksud dengan tujuan yang akan dicapai
setelah si anak mengikuti sejumiah program pengajaran yang diberikan dalam
lembaga pendidikan itu.
Tentu
saja karena ini merupakan hirarki dari tujuan institusional dan tujuan
pendidikan nasional maka tujuan kurikuler ini harus mencerminkan dan
mengambarkan tujuan ilistitusional dan tujuan pendidikan nasional itu. Atau
dengan kata lain maka penjabaran dari tujuan institusional dan tujuan
pendidikan harus nampak pada tujuan kurikuler ini. Tujuan pendidikan
institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler;
yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang
dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
4.
Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional ini merupakan penjabaran yang terakhir dari tujuan-tujuan
yang terdahulu dan lebih atas. Tujuan ini diharapkan dapat tercapai pada saat
terjadinya proses belajar mengajar secara langsung yang terjadi pada setiap
hari. Dalam pelaksanaannya tujuan ini harus dirumuskan pada saat penyusunan
atuan pelajaran.
Untuk tujuan instruksional im kita bedakan 2 (dua) jenis tujuan yaitu :
1.
Tujuan instruksional umum yang
sudah dirumuskan didalam kurikuler.
2.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
untuk Tujuan ini perumusannya dilakukan oleh guru sendiri pada saat menyusun satuan
pelajaran. Dalam tujuan ini diharapkan setelah anak menerima pelajaran terjadi
perubahan tingkah laku yang nyata dan dapat diukur.
Guru dalam merumuskan tujuan ini hendaknya memperhatikan hal-hal ini yang
merupakan syarat TIK :
1.
TIK hendaknya mengunakan istilah
-istilah yang operasional misainya menuliskan, menyebutkan, menunjukan.
menghitung, dan sebagainya, serta menghindari istilah-istilah yang non
operasional misalnya mengetahui, memahami. menghargai, meyakini dan sebagainya.
2.
TIK hendaknya mempakan hasil
belajar siswa.
3.
TIK hendaknya terwujud dalam
tingkah laku yang spesifik. TIK hendaknya megandung hanya satu jenis tingkah
laku.
2.2.2
Materi Pembelajaran
Dalam
menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori
pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan
kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme,
eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam
hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:
1.
Teori; seperangkat
konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang
menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan –
hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan
gejala tersebut.
2.
Konsep; suatu abstraksi
yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi
singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3.
Generalisasi; kesimpulan
umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau
pembuktian dalam penelitian.
4.
Prinsip; yaitu ide utama,
pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa
konsep.
5.
Prosedur; yaitu seri
langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan
peserta didik.
6.
Fakta; sejumlah informasi
khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan
tempat serta kejadian.
7.
Istilah, kata-kata
perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8.
Contoh/ilustrasi, yaitu
hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian
atau pendapat.
9.
Definisi:yaitu penjelasan
tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10.
Preposisi, yaitu cara
yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan
kurikulum.
Materi
pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan
tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi
pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu
sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme,
materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan
topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya
tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang
berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu,
tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja
untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau
kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub
kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan
melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi
pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi
pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi
pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam
prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan
dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai
dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran
perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
1.
Sahih (valid); dalam arti
materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran
dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi
yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman
ke depan.
2.
Tingkat kepentingan;
materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh
mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3.
Kebermaknaan; materi yang
dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis
yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan
dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan
manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Layak dipelajari; materi
memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu
mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan
materi dan kondisi setempat.
5.
Menarik minat; materi
yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk
mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan
dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas
dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata
(1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
1.
Sekuens kronologis;
susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
2.
Sekuens kausal; susunan
materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3.
Sekuens struktural;
susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4.
Sekuens logis dan psikologis;
sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju
pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan
sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari
yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran
disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur,
dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
5.
Sekuens spiral ; susunan
materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer
dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan
yang lebih kompleks.
6.
Sekuens rangkaian ke belakang;
dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang.
Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai
berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan
data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
7.
Dalam mengajarnya, guru memulai
dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat
interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang
masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk
mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
8.
Sekuens berdasarkan hierarki
belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang
ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk
mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan
urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik,
berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
2.2.3.
Proses /Strategi Pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat
dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan
dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki
konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak
dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan
informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan
pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian,
maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru.
Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai
pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai
obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan
teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian
(ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu,
pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru
tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme,
yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu
sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara
yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya.
Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan
rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui
dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual,
metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian
dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses
dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi,
simulasi atau role playing,diskusi,dansejenisnya.
Dalam
hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator,
motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha
menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta
didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi
peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai
guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta
didiknya secara personal.
Selanjutnya,
dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya
penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi
pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti
dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih
dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam
pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap
muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik
lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director
of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk
melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain
sebelumnya.
Berdasarkan
uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi
pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan
keunggulannya tersendiri.
Terkait
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep
pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam
prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran
secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk
dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan,
dengan efektivitas yang tinggi.
2.2.4.
Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan
pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri.
Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan
pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan
pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil
– hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah
dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan
peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu
pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari
Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Di
samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah
Model CIPP (Context, Input, Process and
Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran
pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta
didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan
mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud
membandingkan kinerja (performance)
dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya
sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang
dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program
pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context,
Input, Process dan Product.
Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum,
selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari
keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
1.
Context; yaitu situasi
atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi
pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti :
kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin
dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang
dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
2.
Input; bahan, peralatan,
fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen
kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan
pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3.
Process; pelaksanaan
nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar
mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan
program, dan lain-lain.
4.
Product; keseluruhan
hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka
lebih panjang.
2.2.5.
Organisasi Kurikulum
Beragamnya
pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya
keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam
pengorganisasian kurikulum, yaitu:
- Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
- Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
- Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
- Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
- Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
- Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung
menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima
kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3)
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata
pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan
Kelompok-kelompok
mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata
pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di
samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan
lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik
disediakan kegiatan pengembangan diri.
BAB III
KESIMPULAN
1.1.
Kesimpulan
Kurikulum
yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai isi dan bahan pelajaran,
serta cara
yang digunknnya dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Bayak
pendapat mengenai arti kurikulum, Namun inti kurikulum sebenarnya adalah
pengalaman belajar yang banyak kaitannya dengan melakukan brrbagai kegiatan,
interaksi sosial, di lingkungan sekolah, proses kerja sama dengan kelompok,
bahkan interaksi denagn lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang
sekolah. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata
pelajaran,tetapi yang terpenting adalah pengalaman kehidupan
Pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu
proses yang berkelanjutan dan merupakan suatu siklus yang melibatkan beberapa
komponen, yaitu tujuan, bahan, kegiatan, evaluasi.
Komponen-komponen itu tidaklah berdiri sendiri
melainkan saling pengaruh-mempengaruhi, berinteraksi, berinterelasi satu sama
lain dan membentuk suatu sistem. proses pengembangan kurikulum dimulai dari
perumusan tujuan kurikulum, diikuti oleh penentuan atau pemilihan bahan
pelajaran, proses belajar-mengajar dan alat penilaiannya. Dalam praktiknya,
semua unsur tersebut tidak harus berurutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar