Selasa, 25 Desember 2012

makalah perkembangan kurikulum


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.     Latar Belakang Masalah
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam.

Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponenKomponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara mengkaji buku kurikulum lembaga pendidikan itu. Dari buku kurikulum tersebut kita dapat mengetahui fungsi suatu komponen kurikulum terhadap komponen-komponen kurikulum yang lain.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.

Berdasarkan konsep teoretis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan dasar dari terselenggaranya proses pembelajaran. Kurikulum sebagai dasar dari proses pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait dan saling mempengaruhi. Pengembangan dari komponen-komponen tersebutlah yang kelak akan dapat mengembangkan konsep dari kurikulum ke arah penyempurnaan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip dasar kurikulum.

Melihat bahwa sangat pentingnya komponen-komponen dalam kurikulum maka pemakalah mengambil tema "komponen dan Organisasi kurikulum"

1.2.     Rumusan masalah
a.      Apakah  Definisi Kurikulum ?
b.      Apa sajakah Komponen Komponen Kurikulum ?
c.       Bagaimana pelaksanaan Evaluasi Kurikulum ?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini antara lain untuk mengetahui:
a.       Definisi Kurikulum.
b.      Komponen Komponen Kurikulum.
c.       Pelaksanaan Evaluasi Kurikulum.



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Definisi Kurikulum
Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah.Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. Menurut pendapat Prof. Dr. S. Nasution, M. A yang ditulis dalam Buku yang berjudul Kurikulum dan Pengajaran Tahun : 2008 adalah Sebagai berikut ;

a.    Kurikulum : suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses berlajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
b.    Kurikulum : adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal.

Dalam Buku Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah yang di tulis oleh Dr. h. Nana Sudjana menyebutkan beberapa pengertian kurikulum diantaranya adalah:
a.    Kurikulum : niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana atau program pendidikan untuk dilaksanakan oleh guru di sekolah.
b.    Kurikulum adalah niat dan rencana, proses belajar mengajar adalah pelaksanaanya. Dalam proses tersebut ada dua subjek yang terlibat yakni guru dan siswa. Siswa adalah subjek yang dibina dan guru adalah dubjek yang membina.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.     
2.2.       Komponen Kurikulum
Kelompok komponen-komponen dasar pendidikan, mencakup konsep dasar dan tujuan pendidikan, prinsip-prinsip kurikulum yang dianut, pola organisasi kurikulum, kriteria keberhasilan pendidikan, orientasi pendidikan, dan sistem evaluasi. Dasar dan Tujuan Pendidikan Yang dimaksud sebagai konsep dasar dalam hal ini merupakan konsep dasar filosofis dalam pengembangan kurikulum pendidikan yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan pendidikan itu sendiri. Dengan adanya dasar, maka pendidikan akan tegak berdiri dan tidak mudah diombang ambingkan oleh pengaruh luar yang mau merobohkan atau mempengaruhinya. Karena fungsinya tersebut, maka yang menjadi dasar tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh masyarakat tertentu. Begitu pun dengan pendidikan, maka pendidikan mempunyai fundamen yang menjadi landasan tegak berdiri dalam prosesnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu :
(1) tujuan
(2) materi
(3) strategi, pembelajaran
(4) organisasi kurikulum
(5) evaluasi.
Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.

2.2.1.      Tujuan
Tentang komponen tujuan ini kita akan mengenal tingkat-tingkat Tujuan yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan cita-cita pendidikan dalam konteks pembangunan manusia Indonesia.
Seperti telah dikemukakan dalam bagian yang Ialu, kurikulum merupakan suatu program untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu, dalam kurikulum suatu sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalm sekolah yang bersangkutan.
Ada dua jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum suatu  sekolah :
  1. Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
Selaku lembaga pendidikan setiap, setiap sekolah mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, ketarampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.
Tujuan dari sekolah tersebut kita namakan tujuan institusional atau tujuan lembaga, misainya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SPG dart seterusnya. Atas dasar tujuan-tujuan institusional itulah kemudian ditetapkan bidangbidang studi atau bidnag pengajuan yang akan diajukan pada sekolah yang bersangkutan.
  1. Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi
Disamping tujuan institusional yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan, setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga mempunyai sejumlah tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan-tujuan inipun digambarkan dalam berruk pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang kita harapkan dinliliki oleh murid setelah mempelajari suatu bidang studi pada suatu sekolah tertentu. Oleh karena itu ada tujuan IPA dan SD tujuan matematika di SMP, tujuan ilmu kegurun di SPG dan sebagainya.
Tujuan-tujuan setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah tentunya ada yang kita sebut tujuan kurikuler dan ada pula yang kita sebut tujuan instruksional, dimna tujuan instruksional merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan kurikuler. Atas dasar tujuan kurikuler dan tujuan instruksional inilah kemudian ditetapkan bahan pengajaran yang diajarkan dalam setiap bidang studi pada suatu sekolah tertentu.
Dalam hubungannya dengan pembahasan tujuan pendidikan ini berikut diulas tentang tujuan pendidikan secara hirarkis sesuai dengan urutan tujuan yang ada di Indonesia.
Urutan tujuan pendidikan tersebut diawali dari tujuan Pendidikan Nasional, kemudia Tujuan Institusional, Tujuan Kurikuler sampai pada tujuan Instruksional.
1.      Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional adalah merupakan tujuan pendidikan yang tertinggi dalam kegiatan di negara kita. Tujuan ini sangat umum dan sangat ideal, yang penggambarannya disesuaikan dengan falsafah negara yaitu Pancasila.
Selanjutnya dalam GBHN telah digariskan tujuan Pendidikan Nasional adalah :
Tujuan Pendidikan Nasional adalah membentuk manusia pembangunan sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab dalam menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tanggung rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan sesama manusia dongan ketentuan yang temaktub dalam IJUD 1945”
Secara ekspilisit maka tujuan pendidikan nasional itu dapat dijabarkan sebagai membentuk manusia yang Pancasilais;
Ø  Scehat jasmani dan rohani ;
Ø  Berpengetahuan dan berketerampilan
Ø  Bertanggung jawab
Ø  Demokrasi;
Ø  Tanggung rasa
Ø  Cerdas ;
Ø  Berbudi pekerti yang luhur ; dan
Ø  Mencintai bangsa dan sesamanya.


2.      Tujuan Institusional
Sistem persekolahan di negara kita adalah berjenjang yang melembaga pada suatu tingkatan. Untuk itu maka pada tiap lembaga hendaknya juga digariskan adanya suatu tujuan pendidikan yang kita sebut tujuan institusional. Selanjutnya kita akan mengenal tujuan institusional SD, SMP, SMA, SKKA, STM, SPG dan sebagainya.
Tentu saja tujuan institusional itu hendaknya menceminkan dan menggambarkan tujuan pendidikan nasional yang akan dicapai melalui lembaga pendidikan itu. Agar tidak tercapai penyimpangan maka tiap tujuan institusional harus didahului dengan pengertian pendidikan, dasar pendidikan dan tujuan pendidikan nasional. Hal ini disamping untuk menghindari penyimpangan juga untuk menghindari salah penafsiran yang emungkinkan tidak tercapainya Tujuan pembangunan dan pendidikan nasional.
3.      Tujuan Kurikuler
Suatu lembaga pendidikan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan akan memberikan sejumlah isi pengajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga merupakan sejumlah pengalaman belajar yang menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Dalam hal ini dapatlah dirumuskan babwa yang dimaksud dengan tujuan yang akan dicapai setelah si anak mengikuti sejumiah program pengajaran yang diberikan dalam lembaga pendidikan itu.

Tentu saja karena ini merupakan hirarki dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional maka tujuan kurikuler ini harus mencerminkan dan mengambarkan tujuan ilistitusional dan tujuan pendidikan nasional itu. Atau dengan kata lain maka penjabaran dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan harus nampak pada tujuan kurikuler ini. Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.

4.      Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional ini merupakan penjabaran yang terakhir dari tujuan-tujuan yang terdahulu dan lebih atas. Tujuan ini diharapkan dapat tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar secara langsung yang terjadi pada setiap hari. Dalam pelaksanaannya tujuan ini harus dirumuskan pada saat penyusunan atuan pelajaran.
Untuk tujuan instruksional im kita bedakan 2 (dua) jenis tujuan yaitu :
1.         Tujuan instruksional umum yang sudah dirumuskan didalam kurikuler.
2.         Tujuan Instruksional Khusus (TIK) untuk Tujuan ini perumusannya dilakukan oleh guru sendiri pada saat menyusun satuan pelajaran. Dalam tujuan ini diharapkan setelah anak menerima pelajaran terjadi perubahan tingkah laku yang nyata dan dapat diukur.
Guru dalam merumuskan tujuan ini hendaknya memperhatikan hal-hal ini yang merupakan syarat TIK :
1.         TIK hendaknya mengunakan istilah -istilah yang operasional misainya menuliskan, menyebutkan, menunjukan. menghitung, dan sebagainya, serta menghindari istilah-istilah yang non operasional misalnya mengetahui, memahami. menghargai, meyakini dan sebagainya.
2.         TIK hendaknya mempakan hasil belajar siswa.
3.         TIK hendaknya terwujud dalam tingkah laku yang spesifik. TIK hendaknya megandung hanya satu jenis tingkah laku.





2.2.2       Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk:
1.    Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2.    Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3.    Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4.    Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5.    Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
6.    Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7.    Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
8.    Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9.    Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
10.    Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.

Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
1.        Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
2.        Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
3.        Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
4.        Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
5.        Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
1.        Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
2.        Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
3.        Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
4.        Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
5.        Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
6.        Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
7.        Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
8.        Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.


2.2.3.        Proses /Strategi Pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri. Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing,diskusi,dansejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki kelemahan dan keunggulannya tersendiri.
Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.




2.2.4.    Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP (Context, Input, Process and Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
1.    Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
2.    Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan, seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan, staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan sebagainya.
3.    Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi : pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
4.    Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup : jangka pendek dan jangka lebih panjang.

2.2.5.       Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
  1. Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik, semua materi diberikan sama
  2. Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
  3. Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
  4. Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
  5. Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
  6. Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.










BAB III
KESIMPULAN

1.1.            Kesimpulan
Kurikulum yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunknnya dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Bayak pendapat mengenai arti kurikulum, Namun inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar yang banyak kaitannya dengan melakukan brrbagai kegiatan, interaksi sosial, di lingkungan sekolah, proses kerja sama dengan kelompok, bahkan interaksi denagn lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang sekolah. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran,tetapi yang terpenting adalah pengalaman kehidupan
Pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan merupakan suatu siklus yang melibatkan beberapa komponen, yaitu tujuan, bahan, kegiatan, evaluasi.
Komponen-komponen itu tidaklah berdiri sendiri melainkan saling pengaruh-mempengaruhi, berinteraksi, berinterelasi satu sama lain dan membentuk suatu sistem. proses pengembangan kurikulum dimulai dari perumusan tujuan kurikulum, diikuti oleh penentuan atau pemilihan bahan pelajaran, proses belajar-mengajar dan alat penilaiannya. Dalam praktiknya, semua unsur tersebut tidak harus berurutan.










 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar