Minggu, 17 November 2013

gaya anggkat pesawat terbang



BAB I
LATAR BELAKANG


1.1. Latar belakang masalah
Kita  semua pasti pernah memandang ke angkasa dan melihat ada pesawat terbang yang sedang  melintasi udara di atas kita. Mungkin ada di antara kita yang pernah bertanya “bagaimana mungkin hal ini dapat terjadi”?. Pertanyaan ini wajar, apa lagi jika kita melihat massa dari pesawat yang berton-ton sehingga sepertinya mustahil untuk membuatnya dapat terbang terangkat di atas tanah. Di tambah lagi bahwa massa jenis dari pesawat itu yang terbuat dari material logam jauh lebih besar dari massa jenis udara yang bertindak ibarat “Jalan Raya”.

Lalu bagaimana pesawat udara dapat terbang? Adalah suatu yang salah jika kita berfikir bahwa mesin (engine) lah menyebabkan pesawat dapat terbang. Pada dasarnya, sayap lah yang memberi gaya angkat yang dibutuhkan untuk terbang, sedangkan engine hanya memberi gaya dorong (thrust) untuk bengerak maju. Jadi, kesimpulan mudahnya adalah bahwa pesawat udara (bukan pesawat antarikasa) dapat terbang karena memiliki sayap.

Dalam kajian fisika, hal ini sebetulnya bukanlah peristiwa yang mustahil untuk terjadi, pada dasarnya hanya masalah keseimbangan gaya saja. Sudah umum di ketahui bahwa benda selalu jatuh menuju pusat bumi karena adanya gravitasi yang bekerja pada setiap benda. Tetapi, terdapat juga gaya ke atas yang secara vektor berlawanan arah dengan gaya gravitasi ini. Kedua gaya inilah yang berusaha direkayasa untuk selanjutnya hasilnya dapat membuat pesawat dapat terbang

1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis dapat menyimpulkan rumusan maslah pada makalah ini yaitu:
 “Bgaimanakah pesawat terbang yang terbuat dari logam dengan masa puluhan ton dapat terbang bebas di angkasa”?

1.3.Tujuan penulisan makalah
Tujuan dari penulisan makalah gaya angkat pesawat terbang ini adalah untuk memberikan informasi menenai bagaimana cara pesawat terbang yang terbuat dari logam dengan masa puluhan ton dapat terbang bebas di angkasa.



























BAB II
PEMBAHASAN


2.1. Sejarah pesawat terbang
Pesawat terbang yang lebih berat dari udara diterbangkan pertama kali oleh Wright Bersaudara (Orville Wright dan Wilbur Wright) dengan menggunakan pesawat rancangan sendiri yang dinamakan Flyer yang diluncurkan pada tahun 1903 di Amerika Serikat.
Wright bersaudara juga memberi sumbangan penting dalam hal perancangan sayap. Mereka sadar, data-data sebelumnya yang sudah disiarkan, tidak bisa dijadikan pegangan. Karena itu mereka menciptakan sendiri lorong-lorong angin dan dicoba terhadap lebih dari dua ribu macam bentuk permukaan sayap. Inti utama dari percobaan ini adalah, kedua bersaudara itu mampu membikin bagan sendiri, memaparkan tentang tekanan udara terhadap sayap tergantung pada bentuk sayap itu. Keterangan ini kemudian digunakan dalam tiap pembuatan sayap pesawat terbang.
Berabad lamanya terbang itu sudah menjadi impian manusia. Mereka kepingin melayang di langit dengan permadani terbang seperti dalam dongeng-dongeng Seribu Satu Malam, impian yang berada jauh dalam jangkauan. Si genius Wright bersaudaralah yang telah mewujudkan mimpi itu jadi kenyataan, betul-betul terbang dengan pesawat dan bukannya bersila di atas permadani dongeng sambil mengisap “hoga” yang tiga hasta panjangnya.


2.2. Mengapa Pesawat bisa terbang ?
Pesawat bisa terbang karena ada momentum dari dorongan horizontal mesin pesawat (Engine), kemudian dorongan engine tersebut akan menimbulkan perbedaan kecepatan aliran udara dibawah dan diatas sayap pesawat . Kecepatan udara diatas sayap akan lebih besar dari dibawah sayap di karenakan jarak tempuh lapisan udara yang mengalir di atas sayap lebih besar dari pada jarak tempuh di bawah sayap, waktu tempuh lapisan udara yang melalui atas sayap dan di bawah sayap adalah sama . Menurut hukum Bernoully , kecepatan udara besar menimbulkan tekanan udara yang kecil . sehingga tekanan udara di bawah sayap menjadi lebih besar dari sayap pesawat bagian atas. Sehingga akan timbul gaya angkat (Lift) yang menjadikan pesawat itu bisa terbang.
Terdapat empat gaya mendasar yang bekerja pada pesawat terbang, yaitu:
1. Gaya hambatan
2. Gaya dorongan
3. Gaya angkat
4. Gaya berat (gravitasi)


http://pustakafisika.files.wordpress.com/2012/10/gaya-pada-pesawat-terbang.jpg?w=595

Dalam hukum newton yang pertama dapat disimpulkan bahwa benda cendrung untuk tetap diam atau bergerak dengan kecepatan konstan kecuali jika ada pengaruh (gaya) dari luar yang bekerja padanya. Kecendrungan ini terjadi disebabkan oleh adanya keseimbangan gaya yang bekerja pada benda tersebut. Jika tarikan yang bekerja pada benda sama besar dengan dorongannya, maka benda tidak akan mengalami perubahan ditinjau dari pergerakan horisontalnya. Begitupun yang terjadi jika geya berat pada benda sama besar dengan gaya angkatnya, maka untuk arah vertikal benda juga tidak mengalami perubahan. Artinya bahwa, jika keseimbangan ini terganggu akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada benda, bisa horisontal maupun vertikal.

Gambar: gaya pada pesawat terbang
Masih menurut Newton, dalam hukum keduanya dinyatakan bahwa benda dengan massa tertentu yang mendapat pengaruh gaya maka benda tersebut akan mengalami percepatan. Implikasi dari hukum ini adalah untuk kasus pesawat terbang, kita dapat membuatnya terangkat dari tanah dengan memberikan gaya angkat untuk pesawat tersebut, gaya angkat ini harus lebih besar dari gaya yang disebabkan oleh tarikan gravitasi. Penjelasan tentang gaya angkat ini akan lebih jelas jika kita menggunakan prinsip bernoulli dan hukum ketiga Newton.



Dalam prinsip bernoulli kita bisa menemukan bahwa fluida yang mengalir lebih cepat akan menyebabkan penurunan tekanan pada fluida tersebut. Pada model moncong pesawat terbang, sengaja di desain agar ketika udara manabrak moncong tersebut akan menyebabkan aliran udara yang melalui bagian atas pesawat lebih cepat dari pada  yang melewati bagian bawah sayap pesawat terbang.

Gambar: perbedaan kecepatan aliran pada sayap pesawat terbang
Seperti yang telah dinyatakan oleh bernoulli, perbedaan kecepatan ini selanjutnya mengakibatkan tekanan udara pada bagian bawah sayap akan lebih besar daripada tekanan dari bagian atas sayap pesawat terbang. Perbedaan tekanan inilah yang menghasilkan gaya angkat pada pesawat terbang.
            Tinjau dengan hukum Bernoulli :
Ø  Laju aliran udara pada sisi atas pesawat (v2) lebih beswar di banding laju aliran udara pada sisi bawah pesawat (v1). Maka sesuai dengan azas Bernoulli, maka tekanan udara pada sisi bawah pesawat (p1) lebih besat dari tekanan udara pada sisi atas pesawat (p2).
Ø  Syarat agar pesawat bisa terangkat, maka gaya angkat pesawat (Fa) harus lebih besar dari gaya berat (W=mg), Fa > mg. Ketika sudah mencapai ketinggian tertentu, untuk mempertahankan ketinggian pesawat, maka harus diatur sedemikian sehingga : Fa = mg.
Ø  Jika pesawat ingin begerak mendatar dengan percepatan tertentu, maka : gaya dorong harus lebih besar dari gaya hambat (fd > fg), dan gaya angkat harus sama dengan gaya berat, (Fa=mg).
Ø  Jika pesawat ingin naik/menambah ketinggian yang tetap, maka gaya dorng harus sama dengan gaya abat (fd = fg), dan gaya angkat harus lebih besar  dari gaya berat (Fa=mg).

2.3. Penerapan fisika dalam gaya angkat sayap pesawat terbang
Gaya angkat pada sayap pesawat terbang dengan menggunakan persamaan bernoulli.
Penampang sayap pesawat terbang mempunyai bagian belakang yang lebih tajam dan sisi bagian yang atas lebih melengkung daripada sisi bagian bawahnya. Bentuk ini menyebabkan aliran udara di bagian atas lebih besar daripada di bagian bawah (v2 > v1).
Dari persamaan Bernoulli kita dapatkan :



                      P1 + ½ r.v12 + r g h1 = P2 + ½ r.v22 + r g h2          
Ketinggian kedua sayap dapat dianggap sama (h1 = h2), sehingga  r g h1 = r g h2.
Dan persamaan di atas dapat ditulis :

                                 P1 + ½ r.v12 =  P2 + ½ r.v22             

                                 P1 – P2 =  ½ r.v22 -  ½ r.v12
                
                                 P1 – P2 =   ½ r(v22 – v12)



Dari persamaan di atas dapat dilihat  bahwa v2 > v1 kita dapatkan P1 > P2 untuk luas penampang sayap   F1 = P1 . A  dan F2 = P2 . A dan kita dapatkan bahwa F1 > F2. Beda gaya pada bagian bawah dan bagian atas (F1 – F2) menghasilkan gaya angkat pada pesawat terbang. Jadi, gaya angkat pesawat terbang dirumuskan sebagai :

                                 F1 – F2 =  ½ r A(v22 – v12)

Dengan  r = massa jenis udara   (kg/m3)

            Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa pesawat terbang dapat terangkat ke atas jika gaya angkat pesawat lebih besar daripada berat pesawat. Jadi, apakah suatu pesawat dapat terbang atau tidak tergantung dari berat pesawat, kelajuan pesawat, dan ukuran sayapnya. Makin besar kecepatan pesawat, makin besar kecepatan udara, dan ini berarti gaya angkat pesawat makin besar. Demikian pula, makin besar ukuran sayap, semakin besar pula gaya angkatnya.
            Supaya pesawat dapat terangkat, gaya angkat harus lebih besar daripada berat pesawat     ( F1 - F2 > mg ). jika telah berada pada ketingian tertentu dan pilot ingin mempertahankan ketingianya ( melayang di udara), maka kelajuan pesawat harus diatur sedemikian rupa sehingga gaya angkat sama dengan gaya berat pesawat ( F1 - F2 = mg ).













BAB III
KESIMPULAN


3.1. Kesimpulan
      Terdapat empat gaya mendasar yang bekerja pada pesawat terbang, yaitu:
1.    Gaya hambatan
2.     Gaya dorongan
3.     Gaya angkat
4.     Gaya berat (gravitasi)
Suatu pesawat dapat terbang atau tidak tergantung dari berat pesawat, kelajuan pesawat, dan ukuran sayapnya. Makin besar kecepatan pesawat, makin besar kecepatan udara, dan ini berarti gaya angkat pesawat makin besar. Demikian pula, makin besar ukuran sayap, semakin besar pula gaya angkatnya.
Supaya pesawat dapat terangkat, gaya angkat harus lebih besar daripada berat pesawat     ( F1 - F2 > mg ). jika telah berada pada ketingian tertentu dan pilot ingin mempertahankan ketingianya ( melayang di udara), maka kelajuan pesawat harus diatur sedemikian rupa sehingga gaya angkat sama dengan gaya berat pesawat ( F1 - F2 = mg ).


kurikulum bermuatan lokal



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
            Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan, keterampilan daerah, dll) merupakan ciri khas yang mernperkaya nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, keanekaragaman tersebut harus seialu dilestarikan dan dikembangkan dengan tetap mernpertahankan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui upaya pendidikan. Pengenalan keadaan lingkungan, sosial, dan budaya kepada peserta didik memungkinkan mereka untuk lebih mengakrabkan dengan Iingkungannya. Pengenalan dan pengembangan lingkungan melalui pendidikan diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik.
            Kebijakan yang berkaitan dengan dimasukkannya program muatan lokal dalam Standar Isi dilandasi kenyataan bahwa di Indonesia terdapat beranekaragam kebudayaan. Sekolah tempat program pendidikan dilaksanakan merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya. Standar Isi yang seluruhnya disusun secara terpusat tidak mungkin dapat mencakup muatan lokal tersebut. Sehingga perlulah disusun mata pelajaran yang berbasis pada muatan lokal.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas  dapat dirumuskan sebagai berikut:
·         Bagaimakah penyesuaian   penerapan muatan lokal dalam sekolah?
·         Seperti apakah karakteristik muatan lokal yang baik untuk diterapkan disekolah.
·         Apakah fungsi muatan lokal dalam pembelajaran adakah kaitanya dengan lingkungan sekitar.


1.3 Tujuan
            Tujuan pembuatan makalah  ini ialah dapat memberikan pengetahuan, pemahaman, dan pengembangan bagi calon pendidik terutama bagi mahasiswa di jurusan pendidikan tentang model kurikulum bermuatan lokal.




















BAB II
PEMBAHASAN
Model Kurikulum Bermuatan Lokal
2.1 Dasar Pemikiran
            Menurut depdikbud muatan lokal adalah suatu program pendidikan yang isi dan media penyampaian suatu pelajaran tersebut dikaitkan pada lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta disesuaikan dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan dan hal tersebut wajib dipelajari oleh peserta didik daerah tersebut. Jadi dari pengertian muatan lokal diatas dapat kita tarik sebuah pelajaran yang dimaksud dengan muatan lokal adalah suatu bentuk dari suatu mata pelajaran yang isi dan cara penyampaian dari mata pelajaran tersebut dikaitkan dengan lingkungan sekitar, lingkungan sosial, dan juga lingkungan budaya, serta dari materi yang akan disajikan dalam muatan lokal tersebut juga disesuaikan dengan kebutuhan dari daerah tersebut. Jadi jelas bagi kita pelaksanaan dari muatan lokal ini benar – benar memperhatikan karakteristik lingkungan daerah dan juga disesuiakan dengan kebutuhan dareah tersebut.

2.2 Pengertian Muatan Lokal
            Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP minimal terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.
Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal dapat ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikulumn nasional.
            Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal!

2.3 Landasan Yuridis Formal
1.      UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
2.      Pasal 37 ayat (1) dan pasal 38 ayat (2)
3.      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 38 (2) menyatakan bahwa “ Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah kejuruan.
4.      Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing – masing satuan pendidikan. Secara lebih rinci PP No. 19/2005 menyatakan:
a.         Pasal 16 (1) Penyususnan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP
b.         Pasal 17 (2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan untuk SD,  SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintah dibidang agama untuk Mi, MTs,MA, dan MAK.
5.      Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi (SI)
6.      Pemrndiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
7.      Permendiknas No.41/2007 tentang Standar Proses
8.      Permendiknas No. 24/2007 tentang Standar Sarana Prasarana
9.      Permendiknas No. 19/2007 tentang Standar Penglolaan
10.  Permendiknas No. 20/2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan

2.4 Tujuan, fungsi dan ruang lingkup muatan lokal
·         Tujuan
            Mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional.
·         Fungsi
1.      Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya,
2.      Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya,
3.      Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
·         Ruang Lingkup
Ruang lingkup muatan lokal adalah sebagai berikut:
1.      Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah.
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat didaerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk:
a. Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah
b. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan perekonomian daerah
c. Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari hari, dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat)
d. Meningkatkan kemampuan berwirausaha.
2.      Lingkup isi/jenis muatan lokal, dapat berupa: bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-ha! yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Secara skematis langkah-langkah pengembangannya digambarkan dalam diagram alur berikut : 


 







Text Box: Menganalisis pilihan muatan lokal yang mungkin dikembangkan sesuai dengan kompetensi keahlian






Text Box: Mengembangkan SK-KD  dan  indikator mata pelajaran muatan lokal



 









2.5 Kriteria pemilihan dan cara pengembangan muatan lokal
a. Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal
            Pemberlakuan KTSP membawa implikasi bagi sekolah dalam melaksanakan KBM sejumlah mata pelajaran, dimana hampir semua mata pelajaran sudah memiliki Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk masing-masing pelajaran. Sedangkan untuk Mata Pelajaran Muatan Lokal yang merupakan kegiatan kurikuler yang harus diajarkan di kelas tidak mempunyai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya. Hal ini membuat kendala bagi sekolah untuk menerapkan Mata Pelajaran Muatan Lokal. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran Muatan Lokal bukanlah pekerjaan yang mudah, karena harus dipersiapkan berbagai hal untuk dapat mengembangkan Mata Pelajaran Muatan Lokal. Ada dua pola pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal dalarn rangka menghadapi pelaksanaan KTSP. Pola tersebut adalah:

b. Pengembangan Muatan Lokal Sesuai Dengan Kondisi Sekolah Saat Ini
            Langkah dalam pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal bagi sekolah yang memang tidak mampu mengembangkannya, langkah tersebut adalah:
1. Analisis Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ada di sekolah. Apakah masih layak dan relevan Mata Pelajaran Muatan Lokal diterapkan di Sekolah?
2. Bila Mata Pelajaran Muatan Lokal yang diterapkan di sekolah tersebut masih layak digunakan maka kegiatan berikutnya adaiah merubah Mata Pelajaran Muatan Lokal tersebut ke dalam SK dan KD dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan.
3. Bila Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ada tidak layak lagi untuk diterapkan, maka sekolah bisa menggunakan Mata Pelajaran Muatan Lokal dari sekolah lain atau tetap menggunakan Mata Pelajaran Muatan Lokal yang ditawarkan oleh Dinas atau mengembangkan muatan lokal yang lebih sesuai. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikuiurn nasional. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahawa dalam satu tahun satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan loka!

c. Pengembangan Muatan Lokal Dalam Ktsp
     1. Proses Pengembangan
            Mata Pelajaran Muatan lokal pengembangannya sepenuhnya ditangani oleh sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan secara profesional dalam merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya. Dengan demikian di samping mendukung pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan, pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal memperhatikan keseimbangan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penanganan secara profesional muatan iokal merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholders) yaitu sekolah dan komite sekolah. Pengembangan Mata Pelajaran Muatan Lokal oleh sekolah dan komite sekolah dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
b. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
c. Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal
d. Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal
e. Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta  silabus, dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP



Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
            Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam. Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:
1) Rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
2) Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan;
3) Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya, serta konservasi alam dan pemberdayaannya.
2. Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
            Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk:
1) Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
2) Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu;
3) Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;
4) Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari;
3. Menentukan bahan kajian muatan lokal
            Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
1) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;
2) Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
3) Tersedianya sarana dan prasarana
4) Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa
5) Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan
6) Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah;
7) Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.

4. Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal
            Berdasarkan bahan kajian muatan lokal tersebut dapat ditentukan kegiatan pembelajarannya. Kegiatan pembelajaran ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekai pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Kegiatan ini berupa kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Serangkaian kegiatan pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite sekolah kemudian ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan nama mata pelajaran muatan lokal. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

5. Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta silabus, dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP.

1) Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar adalah langkah awal dalam membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah. Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar  adalah sebagai berikut:
a) Pengembangan Standar Kompetensi
     Standar kompetensi adalah menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.
b) Pengembangan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian,      ahli dari instansi lain yang sesuai.
2) Pengembangan silabus secara umum mencakup:
a) Mengembangkan indikator
b) Mengidentifikasi materi pembelajaran
c) Mengembangkan kegiatan pembelajaran
d) Pengalokasian waktu
e) Pengembangan penilaian
f) Menentukan Sumber Beiajar
           
            Langkah-langkah tersebut dapat mengacu pada penyusunan silabus mata pelajaran. Pihak yang Teribat dalam Pengembangan Sekolah dan komite sekolah mempunyai wewenang penuh dalam mengembangkan program muatan lokal. Bila dirasa tidak mempunyai SDM dalam mengembangkan sekolah dan komite sekolah dapat bekerjasama dengan dengan unsur-unsur Depdiknas seperti Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi dan instansi/lembaga di luar Depdiknas, misalnya pemerintah Daerah/Bapeda, Dinas Departemen lain terkait, dunia usaha/industri, tokoh masyarakat. Peran, tugas dan tanggung jawab TPK secara umum adalah sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah masing-rnasing;
b. Menentukan komposisi atau susunan jenis muatan lokal;
c. Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing;
d. Menentukan prioritas bahan kajian muatan lokal yang akan dilaksanakan;
e. Mengembangkan silabus muatan lokal dan perangkat kurikulum muatan lokal lainnya, yang dilakukan bersama sekolah, mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP.
Peran Perguruan Tinggi dan LPMP antara lain memberikan bimbingan dan bantuan teknis dalam:
a. Mengidentifikasi dan menjabarkan keadaan, potensi, dan kebutuhan lingkungan ke dalam komposisi jenis muatan lokal;
b. Menentukan lingkup masing-masing bahan kajian/pelajaran;
c. Menentukan metode pengajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan jenis bahan kajian/pelajaran
Peran instansi/lembaga di luar Depdiknas secara umum adalah:
a. Memberikan informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan;
b.  Memberikan gambaran mengenai kemampuan-kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu;
c. Memberikan sumbangan pernikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.
Berikut ini rambu-rambu untuk diperhatikan dalam pelaksanaan muatan lokal.
a. Sekolah yang mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta silabusnya dapat melaksanakan mata pelajaran muatan lokal. Apabila sekolah belum mampu mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar beserta silabusnya sekolah dapat melaksanakan muatan lokal berdasarkan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh sekolah, atau dapat meminta bantuan kepada sekolah yang terdekat yang masih dalam satu daerahnya. Bila beberapa sekolah dalam satu daerah belum mampu mengembangkan dapat meminta bantuan TPK daerah, atau meminta bantuan dari LPMP di propinsinya.
b. Bahan kajian hendaknya sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik yang mencakup perkembangan pengetahuan dan cara berpikir, emosional, dan sosial peserta didik. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diatur sedemikian rupa agar tidak memberatkan peserta didik dan tidak mengganggu penguasaan pada kurikulum nasional. Oleh karena itu dalam peiaksanaan muatan lokal dihindarkan adanya pekerjaan rumah (PR).
c. Program pengajaran hendaknya dikembangkan dengan melihat kedekatan dengan peserta didik yang meliputi dekat secara fisik dan secara psikis. Dekat secara fisik maksudnya terdapat dalam lingkungan tempat tinggal dan sekoiah peserta didik,
sedangkan dekat secara psikis maksudnya bahwa bahan kajian tersebut mudah dipahami oleh kemampuan berpikir dan mencernakan informasi sesuai dengan usianya. Untuk itu, bahan pengajaran hendaknya disusun berdasarkan prinsip belajar yaitu:
(1) bertitik tolak dari hai-hal konkret ke abstrak;
(2) dikembangkan dari yang diketahui ke yang belum diketahui;
(3) dari pengalaman lama ke pengalaman baru;
(4) dari yang mudah/sederhana ke yang lebih sukar/rumit. Seiain itu bahan kajian/pelajaran hendaknya bermakna bagi peserta didik yaitu bermanfaat karena dapat membantu peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

d. Bahan kajian/pelajaran hendaknya memberikan keluwesan bagi guru dalam memilih metode mengajar dan sumber belajar seperti buku dan nara sumber. Dalam kaitan dengan sumber belajar, guru diharapkan dapat mengembangkan sumber belajar yang sesuai dengan memanfaatkan potensi di lingkungan sekolah, misalnya dengan memanfaatkan tanah/kebun sekolah, meminta bantuan dari instansi terkait atau dunia usaha/industri (lapangan kerja) atau tokoh-tokoh masyarakat. Seiain itu guru hendaknya dapat memiiih dan menggunakan strategi yang melibatkan peserta didik aktif dalam proses belajar mengajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial.

e. Bahan kajian muatan lokal yang diajarkan harus bersifat utuh dalam arti mengacu kepada suatu tujuan pengajaran yang jelas dan memberi makna kepada peserta didik. Namun demikian bahan kajian muatan lokal tertentu tidak harus secara terus-menerus diajarkan mulai dari kelas I s.d VI atau dari kelas VII s.d IX, dan X s.d XII. Bahan kajian muatan lokal juga dapat disusun dan diajarkan hanya dalam jangka waktu satu semester, dua semester atau satu tahun ajaran.

f. Alokasi waktu untuk bahan kajian/peiajaran muatan lokal perlu memperhatikan jumlah minggu efektif untuk mata pelajaran muatan lokal pada setiap semester. Silabus Komponen silabus minimal memuat:
a). identitas sekolah,
b). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar,
c). Materi Pembelajaran,
d). Indikator,
e). Kegiatan Pembelajaran,
f). Alokasi waktu,
g). Penilaian, dan
h). Sumber Belajar
           
            Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus harus dikaji dan dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar, evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran), dan evaluasi rencana pembelajaran. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Setelah silabus selesai dibuat, maka guru perlu merencanakan pelaksanaan pembelajaran untuk satu kali tatap muka. Adapun komponen dari RPP minimal memuat:
a). Tujuan pembelajaran,
b). Indikator,
c). Materi Ajar/Pembelajaran,
d). Kegiatan Pembelajaran,
e) Metode Pengajaran,
f). Sumber Belajar

g. Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian :
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

2.6 Model rintisan penerapan mulok
Muatan lokal
a. Muatan lokal merupakan mata pelajaran yang kompetensinya tidak dapat diwadahi pada mata pelajaran yang telah ada, karena itu setiap satuan pendidikan harus mengembangkan  Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan indikator. Satuan pendidikan dan komite sekolah mempunyai tugas dan wewenang penuh mengembangkan mata pelajaran  muatan lokal. Pengembangan muatan lokal meliputi latar belakang, tujuan, ruang lingkup, SK, KD dan arah pengembangan mata pelajaran  dilaksanakan melalui kegiatan:
1) Menganalisis informasi tentang potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang selaras dengan Kompetensi Keahlian dan perkembangan usia peserta didik.
2) Mengembangkan SK dan KD muatan lokal. Pengembangan SK dan KD  muatan lokal sama seperti pada SKK Kompetensi Keahlian, diawali dengan mengidentifikasi bidang, lingkup dan tugas-tugas pekerjaan. Contoh :  Bidang pekerjaan adalah “Pengolahan makanan”, lingkup “makanan pembuka”, uraian tugas misalnya “menyiapkan makanan pembuka”.  Selanjutnya diuraikan standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator yang diperlukan untuk menyiapkan makanan pembuka yang perumusannya mengacu pada rambu-rambu yang telah dijelaskan.
3) Menetapkan nama mata pelajaran muatan lokal dan menentukan prioritas bahan kajian muatan lokal yang akan dilaksanakan.
4) Mengembangkan silabus mata pelajaran muatan lokal.















BAB III
KESIMPULAN
            Dari perihal diatas muatan local (mulok) dalam mata pelajaran tambahan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi kurikuiurn nasional.
            Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester.
            Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut, yang disesuaikan dengan arah perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan.
            Dalam melakukan pengembangan kurikulum muatan lokal berbasis potensi daerah  hendaknya  memiliki beberapa landasan pengembangan kurikulum yang dipadukan dengan berbagai landasan yang ada dalam pengembangan kurikulum. Adapun landasan tersebut minimal terdiri atas : Landasan yuridis formal, Visi-misi Lembaga, dan  Pengembangan sistem evaluasi kurikulum.